lcat
My personal /var/log
  • Home
  • Contact
  • HackMe!

Fast Fashion, Fast Software (written by ChatGPT)

Beberapa hari ini saya merenung soal fenomena yang akhir-akhir ini makin kelihatan: dunia software sekarang rasanya seperti dunia fast fashion. Barang banyak, keluar cepat, keliatan keren di depan, tapi kalau dilihat lebih dekat… kadang jahitannya miring, kadang kancingnya copot sendiri. Dan dengan munculnya AI sebagai “pabrik garmen otomatis”, laju produksi software makin nggak karuan cepatnya. Kita lagi menuju era di mana “buggy software” bisa nongol lebih cepat daripada kita bisa ngetik sudo apt update.

Fenomena ini paling kerasa ketika saya lihat betapa gampangnya sekarang bikin sesuatu yang kelihatan bekerja. Tinggal buka AI, kasih prompt, ambil code snippet, sambung-sambung dikit, deploy, beres. Masalahnya: “kelihatan bekerja” itu beda dengan benar-benar bekerja. Sama kayak beli kaos 30 ribuan yang baru dicuci sekali langsung melar.

Dulu, software jelek itu muncul karena developer buru-buru, manajemen kejar deadline, atau testing minim. Sekarang, munculnya bisa karena AI copas code dari AI lain yang juga asal nyomot dari repo yang entah kualitasnya gimana. Kayak industri fast fashion di mana satu brand jiplak trend dari brand lain, lalu diikuti brand lain lagi, dan akhirnya pasar penuh baju sama persis tapi kualitasnya makin turun.

Hal ini juga bikin lifecycle software jadi aneh. Banyak aplikasi yang umurnya pendek, bukan karena kebutuhan selesai, tapi karena pembuatnya lebih cepat bikin versi baru daripada memperbaiki yang lama. Kadang saya buka GitHub repo random, lihat commit terakhir 5 bulan lalu, tapi versi 2.0, 3.0, 4.0 sudah hilir mudik di thread issue. “Bug?” “Oh, itu fitur sementara.” “Crash?” “Maaf, itu regression dari model AI-nya.” Lama-lama, kata “stable release” kayaknya bakal jadi barang antik.

Yang bikin saya was-was adalah: AI bikin siapa saja bisa bikin software, tapi tidak otomatis bikin siapa saja jadi engineer. Dan bukan cuma novice developer yang terjebak. Developer berpengalaman pun kadang tergoda “shortcut instan” karena memang AI itu cepat dan nyaman. Masalahnya, kenyamanan sering bikin kita skip langkah-langkah fundamental: memahami root cause, ngetes edge case, mikir soal reliability jangka panjang.

Analogi fast fashion paling pas saat bicara tentang “volume”. Di dunia baju, semakin cepat kamu produksi, semakin banyak limbah tekstil yang numpuk. Di dunia software, semakin cepat kamu produksi, semakin banyak bug yang tidak dibenahi—dan semakin banyak user yang jadi “korban fashion”. Bukan cuma UI yang kadang cacat, tapi integrasi dengan sistem lain juga rawan lewat. Belum lagi kalau AI ikut-ikutan bikin config aneh, dependency nggak jelas, atau generate code “optimistic” yang assume environment selalu ideal (yang tentu saja nggak pernah kejadian di dunia nyata).

Kita masuk masa di mana proses development bisa makin chaotic:

fitur nambah terus karena prompting gampang,

dokumentasi makin ketinggalan karena orang malas update (AI bisa generate ya tinggal generate lagi),

lalu debugging makin horor karena kamu nggak sepenuhnya ngerti kenapa AI nulis code seperti itu.

Yang paling bahaya: software terlihat polished di awal, padahal fondasinya rapuh. Kayak rumah yang catnya mulus, tapi kalau diketok temboknya kopong.

Tentu saja bukan berarti AI bikin semuanya buruk. Justru AI bikin banyak hal yang tadinya mustahil jadi mungkin. Tapi seperti halnya fast fashion, kalau prosesnya nggak ditata, kita dapat dunia penuh produk yang cepat lahir, cepat rusak, cepat dibuang. Dan pada akhirnya—para engineer-nya harus kerja lembur cuma buat menambal hasil produksi pabrik otomatis ini.

Mungkin beberapa tahun lagi, debugging akan jadi pekerjaan paling dicari, semacam “tukang reparasi elektronik 90-an” tapi untuk AI-coded software. Dan mungkin kita akan melihat “slow software movement”: software yang dibuat dengan hati-hati, dirilis pelan-pelan, dites serius, dan lifespan-nya panjang. Mirip gerakan slow fashion yang mulai sadar bahwa kualitas itu penting.

Untuk sekarang, saya cuma berharap pengguna software siap menghadapi banjir aplikasi yang “works on my machine ft. AI”. Dan untuk para developer, mungkin ini saatnya memastikan bahwa walaupun AI bisa menjahit cepat, kita tetap pastikan jahitannya lurus dan kancingnya nggak jatuh sebelum dicuci pertama kali.
Created: 2025-11-17 04:07:34, Updated: 2025-11-17 04:11:20, ID: 95be131f-3e3e-44ca-a321-91ac0b7002a5